BAB V
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN IJTIHAD
الإِجْتِهَادُ هُوَ إِسْتِفْرَاغُ الوُسْعِ فِي
نَيْلِ حُكْمٍ شَرْعِيٍّ بِطَرِيقِ الإِسْتِنْبَاطِ فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ
“Ijtihad
ialah mencurahkan segala kemampuan dalam mencapai hukum syara’ dengan cara
istinbath (menyelidiki dan mengambil kesimpulan hukum yang terkandung) pada
Alquran dan sunah”.
Secara etimologi kata ijtihat berasal dari kata “aljuhd”yang berarti (daya, kemampuan,kekuatan),atau dari kata aljahd yang berarti almasyaqqah (kesulitan, kesukaran).
Ijtihad secara bahasa berarti berusaha bersungguh-sungguh. Mengerjakan segala
sesuatu dengan segala keteguhan.dari itu ijtihad menurut pengertian kebahasaannya bermakna pengerahann daya
dan kemampuan.Atau pengerahan segala daya dan kemampuan dalam suatu aktivitas dan aktivitas yang berat dan sukar.Ijtihad secara bahasa juga diartikan dengan bersungguh dalam menggunakan tenaga,
fisik maupun pikiran. Menurut imam alghazali kata ijtihad
biasanya tidak digunakan kecuali pada hal yang mengandung kesulitan.
Menurut istilah ijtihad adalah menggunakan seluruh kesanggupan untuk menetapkan hukum-hukum syari’at.
A.
Dalil landasan ijtihad
1. QS An-Nahl 16:43 dan Al-Anbiya' 21:7
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Artinya: ..
maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui
2. Hadits muttafaq alaih (Bukhari Muslim) dan Ahmad
2. Hadits muttafaq alaih (Bukhari Muslim) dan Ahmad
إذا حكم الحاكم فاجتهد فأصاب فله أجران، وإذا حكم فاجتهد ثم أخطأ فله أجر
Artinya: Apabila seorang hakim membuat keputusan apabila dia berijtihad dan benar maka dia mendapat dua pahala apabila salah maka ia mendapat satu pahala.
3. Hadits riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi
ولما بعث النبي معاذ بن جبل إلى اليمن قاضيا، قال
له: (كيف تقضي إذا عرض لك قضاء؟) قال: أقضي بكتاب الله تعالى، قال: فإن لم تجد ؟
قال: فبسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم، قال: فإن لم تجد؟ قال: أجتهد رأيي ولا
آلو، قال معاذ:
فضرب رسول الله صلى الله عليه وسلم في صدري وقال:
الحمد لله الذي وفق رسول رسول الله لما يرضي رسول الله
Artinya: “
Ketika Nabi mengutus Sahabat Muadz bin Jabal ke Yaman sebagai hakim Nabi
bertanya: Bagaimana cara kamu menghukumi suatu masalah hukum? Muadz menjawab:
Saya akan putuskan dengan Quran. Nabi bertanya: Apabila tidak kamu temukan
dalam Quran? Muadz menjawab: Dengan sunnah Rasulullah. Nabi bertanya: Kalau
tidak kamu temukan? Muadz menjawab: Saya akan berijtihad dengan pendapat saya
dan tidak akan melihat ke lainnya. Muadz berkata: Lalu Nabi memukul dadaku dan
bersabda: Segala puji bagi Allah yang telah memberi pertolongan pada utusannya
Rasulullah karena Nabi menyukaisikapMuadz”.
B.
Syarat- syarat ijtihad
a.
Adil dan taqwa serta Menguasai bahasa Arab
Ulama Ushul
telah bersepakat, bahwa mujtahid disyaratkan harus menguasai bahasa Arab,
karena al-Quran diturunkan – sebagai sumber syari’at – dalam bahasa Arab.
Demikian juga dengan Sunnah yang berfungsi sebagai penjelas dari al-Quran, juga
tersusun dengan bahasa Arab.
Imam Ghazali
memberikan kriteri penguasaan bahasa Arab oleh seorang mujtahid, dengan
mengatakan: seorang mujtahid harus mampu memahami ucapan orang Arab dan
kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam pemakaian bahasa Arab di kalangan
mereka. Sehingga ia bisa membedakan antara ucapan yang sharih, zhahir, dan
mujmal; hakekat dan majaz; yang umum yang khusus; muhkam dan
mutasyabih; muthlaq dan muqayad, nash serta mudah atau tidaknya
dalam pemahaman.
b.
Mengerti nasakh dan mansukh
Syarat ini telah ditentukan oleh imam Syafi’i
dalam kitabnya ar-Risalah, sebagaimana ia mensyaratkan kemampuan
berbahasa Arab. Persyaratan ini didasarkan kepada kedudukan dan nilai al-Quran
sebagai pedoman dan sumber utama syari’at yang bersifat abadi sampai hari
qiamat. Karena ilmu yang terkandung di dalamnya begitu luas, sampai-sampai Ibnu
Umar mengatakan bahwa “Barangsiapa menguasai al-Quran, sesungguhnya ia telah
membawa missi kenabian (nubuwwah).
Para ulama
berpendapat bahwa seorang mujtahid harus mengerti secara mendalam ayat-ayat yang
membahas tentang hukum yang terdapat dalam al-Quran yang jumlahnya
kira-kira ada 500 ayat. pengetahuannya terhadap ayat-ayat tersebut harus
mendalam sampai pada yang khas dan ‘am serta takhshish
yang datang dari as-Sunah. Demikian juga harus mengerti ayat-ayat yang dinasakh
hukumnya berdasarkan teori bahwa pada ayat-ayat al-Quran itu terdapat ayat yang
menasakh dan yang dinasakh. Dengan menguasai ayat-ayat hukum
tersebut, seorang mujtahid juga harus mengerti meskipun secara global isi
ayat-ayat yang lain merupakan suatu kesatuan yang utuh yang tidak bisa
dipisah-pisahkan satu begaian dengan bagian yang lain. Sebagaimana ditegaskan
oleh Imam Asnawi: Sesungguhnya untuntuk mengetahui perbedaan antara ayat-ayat
hukum dengan ayat lainnya harus mengerti keseluruhannya.”
a. Mengerti Sunnah
(Hadits)
Syarat ini telah disepakati secara bulat oleh
para ulama, bahwa seorang mujtahid harus mengerti betul tentang sunnah,
baik qauliyah (perkataan), fi’liyah (perbuatan), maupun taqririyah
(ketetapan), minimal pada setiap pokok masalah (bidang) menurut pendapat bahwa
ijtihad itu bisa dibagi pembidangannya. Menurut pendapat yang menolak adanya
pembidangan dalam ijtihad, maka seorang mujtahid harus menguasai seluruh Sunnah
yang mengandung hukum taklifi, dengan memahami isinya serta menangkap
maksud hadits dan kondisi yang melatarbelakangi datangnya suatu hadits.
Mujtahid juga harus mengetahui nasakh dan mansukh dalam Sunnah, ‘am
dan khasnya, muthlaq dan muqayadnya, takhshish dan yang
umum. Demikian juga harus mengerti alur riwayat dan sanad hadits, kekuatan
perawi Hadits, dalam arti mengetahui sifat dan keadaan perawi Hadits yang
menyampaikan Hadits-hadits Rasulullah s.a.w.
b. Mengetahui
letak ijma’ dan khilaf
Dengan
mengetahui letak ijma’ yang telah disepakati para ulama salaf, maka seorang
mujtahid diharuskan juga mengetahui ikhtilaf (perbedaan pendapat) yang terjadi
di antara fuqaha, misalnya perbedaan pendapat serta metode antara ulama Fiqh di
Madinah dan Ulama Fiqh di Irak. Dengan demikian, mujtahid secara rasional akan
mampu membeda-bedakan antara pendapat yang shahih dengan yang tidak shahih,
kaitan dekat atau jauhnya dengan sumber al-Quran dan hadits. Imam Syafi’i
mewajibkan seorang mujtahid memiliki kemampuan demikian, sebagaimana dijelaskan
dalam kitabnya ar-Risalah.
c.
Mengetahui Qiyas
Imam syafi’i
mengatakan, bahwa ijtihad itu sesungguhnya adalah mengetahui jalan-jalan qiyas.
Bahkan, dia juga mengatakan bahwa ijtihad itu adalah qiyas itu sendiri. Oleh
sebab itu, seorang mujtahid harus mengetahui perihal qiyas yang benar. Untuk
itu, dia harus mengatahui hukum-hukum asal yang ditetapkan berdasar nash-nash
sebagai sumber hukum tersebut, yang memungkinkan seorang mujtahid memilih hukum
asal yang lebih dekat dengan obyek yang menjadi sasaran ijtihadnya. Pengetahuan
tentang qiyas demikian memerlukan mujtahid mengetahui tiga hal, yaitu:
1. Mengetahui
seluruh nash yang menjadi dasar hukum asal beserta ‘illatnya untuk dapat
menghubungkan dengan hukum furu’ (Cabang).
2. Mengetahui
aturan – aturan qiyas dan batas-batasnya, seperti tidak boleh mengqiyaskan
dengan sesuatu yang tidak bisa meluas hukumnya, serta sifat-sifat ‘illatnya
sebagai dasar qiyas dan faktor yang menghubungkan dengan furu’.
3. Mengetahui metode yang dipakai oleh ulama
salaf yang shalih dalam mengetahui ‘illat-‘illat hukum dan sifat-sifat
yang dipandang sebagai prinsip penetapan dan penggalian hukum fiqh.
C.
Macam- macam ijtihad dan hukum melakukan
ijtihad
1.
Ijma’
Ijma’ yaitu
kesepakatan atau sependapat dengan suatu hal mengenai hukum syara’ dari suatu
peristiwa setelah wafatnya Rasul.
2.
Qiyas
Qias yaitu
menyamakan,membandingkan atau menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa
yang tidak ada dasar nashnya dengan yang telah ditetapkan hukunya berdasarkan
nash.
3.
Ihtisan
Ihtisan yaitu
meninggalkan hukum yang telah ditetapkan pada suatu peristiwa atau kejadian
yang diteapkan berdasarkan dalil dan syara’
4.
Maslahah mursalah
Adalah suatu kemaslahatan.
5.
Urf
Kebiasaan yang dikenal orang banyak dan menjadi
tradisi.
6.
Istishab
Menetapkan hukum terhadap sesuatu berdasar
keadaan sebelumnya sehingga ada dalil yang menyebut perubahan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar